Jual Daster Batik

Jual Daster Batik

Cermat Menggunakan Obat, Jauhkan dari Penyakit

Kecanggihan teknologi kedokteran yang sejatinya harus kita apresiasi sepertinya tidak begitu berlaku untuk dunia obat-obatan. Loh kok ? Ya...membicarakan obat, kadang ada dua sisi yang mata uang yang sulit terpisahkan. Ia sesungguhnya bisa menjadi madu yang notabene menyembuhkan penyakit, tetapi sekaligus bisa menjadi racun. 

Kalimat ini lantang dikatakan oleh dr. Purnamawati Sp.Ak (Pendiri Yayasan Orang Tua Peduli/YOP) dalam talkshow "Cermat Menggunakan Obat" dalam rangkaian kampanye "Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat - Gema Cermat" yang diselenggarakan oleh Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, di JIEXPO Kemayoran  (13 - 15 November 2015).




Talkshow yang digelar disela-sela acara Pameran Pembangunan Kesehatan tersebut turut menghadirkan  pula Dra. Azizah Wati, Apt. Ketua Umum Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta. Praktisi farmasi ini mengulas detil  beragam jenis obat yang seharusnya diketahui masyarakat Indonesia. Tujuannya, tentu agar masyarakat dapat cerdas menggunakan obat, mengetahui benar fungsinya, efek samping, cara pakai sampai timing yang tepat dalam mengonsumsi obat.

Kebanyakan masyarakat, kurang kritis terhadap obat yang diberikan dokter. Ingat dokter adalah manusia yang perlu kita kritisi dan tanya lebih detil. 

"Memang, ketika kita berobat, dokter sudah memberi tahu kapan dan berapa kali obat diminum. Tetapi pernahkah kita mempertanyakan lagi, berapa lama jarak antar waktu minum obat, efek sampingnya, penyimpanannya, dan peruntukannya yang tepat ?" tanya Dra Azizahwati kepada peserta talkshow yang dihadiri oleh berbagai komunitas ini

Dra Azizahwati Apt, mengakui, tidak sedikit, masyarakat yang suka menggampangkan memberikan obat. "Misal karena indikasi penyakitnya sama, maka obat milik kakak, diberikan ke adik. Padahal, meski obatnya sama, tidak bisa sembarangan. Perbedaan usia, berat badan, rekam medis atau riwayat penyakit turut menentukan kadar atau dosis obatnya," papar Dra. Azizahwati.





"Pada resep sudah tertulis, minum obat 3 x sehari. Yang umum dipahami, adalah diminum pada waktu pagi, siang, dan malam. Nah, paginya jam berapa ?" tanya Dra. Azizah Wati. 

Kontan, saya jadi terpana mendengarnya. Biasanya saya meminumkan obat untuk Barra, anak saya yang sedang demam kalau pagi sekitar jam 8-an. Malah suka nyaris jam 9, menunggu dia bangun. Waktunya tidak teratur, kadang jam 8, kadang pula jam 9-an. Hmm...ternyata rentang waktu minum obat, menurut Dra. Azizah sangat penting.  Harus diperhatikan rentang waktunya, misal antara 7-8 jam sebelum obat berikutnya. Untuk malam, waktunya bisa lebih lama. 

Nah, kalau ada petunjuk obat diminum sebelum makan. Kira-kira berapa rentang waktunya sampai pada waktu makan atau menuju obat berikutnya yang akan diminum setelah makan ? Pertanyaan ini jadi menggelitik saya. Berasa 'blank" betul karena selama ini tidak pernah memperhitungkan hal tersebut. 

 3 fase  minum obat yang perlu kita tahu :
  • Sebelum makan. Diantaranya berupa obat maag (antasida) dan anti mual, diminum 1/2 - 1 jam sebelum makan.
  • Bersama dengan makanan. Contohnya, obat diabetes (glimepiride).
  • Sesudah makan, contohnya obat penghilang rasa sakit (asam mefenamat), bisa diminum segera setelah makan, atau sekitar 1/2 - 1 jam sesudah makan.

Tak hanya rentang waktu,  bahan-bahan yang terkandung di dalamnya pun harus diperhatikan. Dra. Azizahwati menghimbau kepada masyarakat agar mengenali maksud dari warna logo pada kemasan obat sehingga bisa diantisipasi efek samping dan risiko kimia yang bisa ditimbulkan.

Banyaknya obat dengan berbagai brand dan solusinya memang mendorong masyarakat sekarang punya inisiatif tinggi untuk berobat sendiri (swamedikasi atau mengoabati sendiri), tanpa resep dokter. Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), juga mensinyalir hal tersebut bahwasanya 60 persen masyarakat melakukan pengobatan sendiri. Agar swamedikasi memberikan manfaat yang sesuai harapan yaitu sehat, Dra. Azizahwati giat mensosialiasikan pengenalan obat secara lebih dalam. Diantaranya dengan pemahaman warna logo obat.






Setiap kemasan obat ditandai dengan warna logo, yaitu :

1. Merah, di dalam lingkaran ada huruf K hitam, indikasi untuk obat keras. Obat ini hanya boleh diberikan dari resep dokter. Yang masuk dalam kategori ini diantaranya antibiotik psikotropika, amoksilin, kaptopril, piroksikam, deksametason. 

2. Biru, merupakan simbol obat bebas terbatas. Sebenarnya ini obat keras, tetapi longgar, artinya bisa dibeli tanpa resep dokter. Hanya saja, perlu diperhatikan informasi penggunaannya yang terdapat pada kemasan, indikasi dan kontra indikasi, nomor batch, termasuk juga alamat lengkap produsen obat tersebut. Contoh obat ini yaitu dimenhidrinat (obat anti alergi), asam acetylsalisil, Asmadex, ephedrin HCL, Dextromethorphan dan sebagainya. 

3. Hijau, obat bebas. Artinya masyarakat dapat membelinya tanpa resep dokter. Yang tergolong obat ini diantaranya paracetamol, vitamin, aspirin, dan sebagainya.

4. Logo menyerupai palang berwarna merah, merupakan obat narkotika.Obat ini dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran serta menimbulkan ketergantungan. Diantara obat narkotika adalah morfin, kodein, petidin dan sebagainya.

Kapan tepatnya kita mengonsumsi obat ? 

Ya, kapan sebenarnya  kita menggunakan obat ? Pada umumnya, masyarakat memahami, obat adalah penyembuh penyakit dan pencegah penyakit. Memang tidak salah. Karena dari sisi pengertiannya, obat merupakan sebuah produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (sumber : Buku Saku Informasi Obat, terbitan Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dirjen Bina Pelayanan Kefarmasian).

Hanya saja seperti yang diuraikan di awal, sejatinya obat untuk menyembuhkan, namun nyatanya kita tidak bisa memungkiri, obat yang diminum tidak tepat bisa mengundang penyakit lain.  Atau justru mematikan bakteri baik, lantaran obat tersebut mendorong aktivasi bakteri jahat dalam tubuh. Hmmm...bingung nggak ? hehhee awalnya saya bingung ketika mendengarkan presentasi dr. Purnamawati. Sp.Ak. Tetapi dengan slide-slide sederhana dan menarik membantu saya lebih memahami rahasia penyembuhan penyakit. 

Hehhe...di luar itu, saya sebenarnya termasuk orang yang nggak suka minum obat. Kalau badan tidak enak, batuk, pilek atau kepala berat, biasanya saya beristirahat lebih banyak, kayu putihan, koyoan,  kerik-kerik sedikit di leher, banyak minum air putih, konsumsi buah dan sejenak mengistirahatkan kepenatan. Alhamdulillah, tidak pakai lama, stamina saya kembali terbangun. Batuk, atau flu perlahan menyingkir.

Sumber : slide presentasi dr. Purnamawati Sp.Ak.


Ternyata, menurut dr. Purnawati. Sp.Ak, memang tidak semua gejala penyakit harus diatasi dengan obat. Seperti keterangan pada slide tersebut. Batuk, pilek, muntah, diare tanpa darah adalah sederetan gejala yang mengindikasikan tubuh kita sedang lemah sehingga rentan terhadap masuknya virus. Dan, dr. Purnamawati langsung mengatakan, "tidak perlu minum obat" apalagi sampai menelan antibiotik. Gejala ini bisa hilang dengan sendirinya. Karena Tuhan memang sudah mempersiapkan mekanisme pertahanan tubuh yang kuat pada setiap manusia. 

Kita terkadang suka panik dengan batuk pilek berdahak, atau diare. Padahal batuk tersebut adalah cara tubuh untuk melindungi paru-paru dari menumpuknya lendir. Atau diare, perut mules, adalah juga cara tubuh membuang racun-racun di dalam perut. Dengan tahu begini, kayaknya kita patut bersyukur nin terserang batuk hehehe. Karena dari gejala tersebut menandakan tubuh sedang demo terhadap apa yang telah kita lakukan.  Terlalu giat bekerja hingga memforsir tubuh atau makan sembarangan, stres berlebihan dan sebagainya yang menyebabkan sistem pertahanan tubuh terganggu.


Sumber : Slide presentasi dr. Purnamawati Sp.Ak.

Mengapa batuk pilek, diare tanpa darah, muntah ini bisa sembuh dengan sendirinya. Dr. Purnamawati mengatakan, gejala tersebut disebabkan oleh virus. Dan virus bukan mahluk hidup seperti bakteri. Virus yang dari DNA atau RNA dikelilingi oleh lapisan protein ini tidak dianggap mahluk hidup, karena tidak bisa mereproduksi sendiri dan mereka tidak terdiri dari sel-sel. Kendati begitu, virus bisa berkembang tergantung dari sel inangnya untuk membuat virus tambahan. Virus ini menginfeksi  organisme hidup, nggak hanya manusia, tetapi juga hewan dan tumbuhan. Penyakit akibat virus yang menyerang manusia, diantaranya flu, demam, diare tanpa darah, cacar, campak, AIDS. 

Agar tubuh kita tetap berstamina baik dan virus segera pergi dari tubuh kita, dr. Purnamawati menyarankan sejumlah langkah, yaitu 

  • Istirahat
  • Banyak minum
  • Paracetamol kalau demam & sakit kepala
  • Matikan AC
  • JANGAN antibiotik
  • Akan sembuh sendiri
  •  Jangan menulari orang lain : menutup mulut saat bersin atau batuk, sebaiknya memakai masker saat batuk atau flu, dan selalu mencuci tangan dengan sabun selama kurang lebih 15 detik.

Di situ jelas, dr. Purnamawati Sp.A.k menyarankan agar obat berupa parasetamol yang diberikan pada saat demam dan sakit kepala. Jangan langsung menggunakan antibiotik jika ingin  tubuh kita menjadi resisten (kebal). Di saat tubuh benar-benar membutuhkan antibiotik, menjadi tidak mempan lagi atau resisten. Kalau sudah resisten, terapi standar menjadi tidak efektif, infeksi tetap berlanjut, dan meningkatkan risiko menyebar. 

Sumber : slide presentasi dr. Purnamawati

Penting sekali dipahami, bahwa sekali lagi antibiotik tidak bisa menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh virus. Daya kerja antibiotik hanya dapat membunuh bakteri. Jadi, jika penyakit disebabkan oleh virus dihantam dengan antibiotika justru akan membuat sarang bagi bakteri jahat yang tidak bisa dibasmi oleh antibiotika itu makin berkembang biak (mutasi). Bahayanya, pada saat kita benar-benar sedang sakit yang disebabkan oleh bakteri, dan diobati dengan antibiotika, bakteri yang terlanjur telah bersarang tadi menjadi kebal. Akibatnya, dosis antibotika ditambah atau diganti dengan yang lebih kuat dan mahal. Tetapi bagaimana penerimaan tubuh terhadap antibiotik yang lebih kuat ? Hmm...dampaknya lumayan signifikan, seperti pusing, diare, iritasi dan pembekakan di usus. Begitu pula halnya jika antibiotik kita minum untuk penyakit yang disebabkan oleh virus. Hmm...berbahaya juga ya..Obat yang terkesan seperti dewa yang 'Maha Manjur', rupanya "mematikan" jika kita tidak cermat menggunakannya.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan antibiotika yaitu :

  • Gunakan hanya dengan resep dokter. Jangan ragu untuk menanyakan pada dokter setiap resep yang diberikan : mana yang merupakan antibiotika dan bukan, jenis dan resepnya. Tanyakan juga efek sampingnya. Antibiotika tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil.
  • Antibiotika harus diminum sampai habis walaupun gejala sudah hilang.
  • Jangan gunakan atau beli antibiotik dengan resep lama.
  • Jangan gunakan antibiotik yang diresepkan bagi orang lain.
  • Jika penyakit Anda tidak disebabkan oleh bakteri, Anda bisa menolak pemberian antibiotik.

Sudah benarkah kita dalam menyimpan obat ?

Ini kembali menjadi catatan masyarakat yang ber-swamedikasi, sudah tepatkah menyimpan obat di rumah. Pada setiap kemasan obat yang telah lulus uji BPOM pasti menginformasikan perihal tata cara penyimpanan agar kemasannya tetap stabil dan mutu terjaga.

Berikut ini yang menjadi perhatian kita saat menyimpan obat adalah :

  • Simpan di tempat yang sejuk, kering, dan terhindar dari sinar matahari langsung. Untuk obat tertentu perlu disimpan dalam lemari pendingin, seperti obat wasir.
  • Jauhkan dari jangkauan anak-anak.
  • Simpan dalam kemasan aslinya dan dalam wadah tertutup rapat. Jangan pernah mengganti kemasan botol ke botol lain. 
  • Jangan mencampur tablet dan kapsul dalam satu wadah.
  • Jangan menyimpan kapsul atau tablet di tempat panas dan atau lembab karena hal ini dapat menyebabkan kerusakan.
  • Jangan simpan obat dalam bentuk cair dalam lemari pendingin, kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan obat.
  • Jangan tinggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena perubahan suhu dapat merusak obat tersebut.
  • Pisahkan penyimpanan obat dalam dengan obat luar.
  • Periksa selalu tanggal kadaluarsa obat.
  • Waspadai kerusakan obat dengan ciri : cangkang kapsul lengket, lembek atau berubah warna. Salep berubah warna dan bentuk. Untuk obat jenis sirup menjadi keruh atau timbul endapan/menggumpal, ada perubahan warna dan kekentalan. Sedangkan tablet yang rusak ditandai dengan adanya bintik-bintik, retak, lengket, kemasan menggelembung, bau dan basah.

Wahh..banyak juga ya tipsnya dari talkshow Gema Cermat ini. Semoga kampanye Gema Cermat dapat bena-benar membuat  masyarakat semain sadar dan memahami pentingnya mengonsumsi obat secara tepat dan bijaksana.

















Membangun Sinergisitas MICE antara Mahasiswa dan Industrinya

MICE- Meeting, Incentive, Conference & Exhibition-, istilah yang sampai saat ini mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat. Tujuh tahun tahun lalu (2008) ketika seorang teman mengajak saya kembali ke industri media, untuk bergabung di media MICE, Majalah VENUE, jujur membuat saya pusing kepala. Khususnya saat memilih angle penulisan sekaligus melihat scope posisi industri MICE diantara sektor lainnya. Hhehe...sebuah dunia yang benar-benar baru saya pahami. 



Orang pun ketika mendengar kata MICE, asosiasinya pasti ke hewan tikus. Padahal jauh sekali kaitannya. Pendeknya, MICE dipahami sebagai industri event. Direktorat MICE yang menempel pada Kementerian Pariwisata pun kabarnya baru dibentuk tahun 2007. Nyaris bersamaan dengan lahirnya Majalah VENUE. Jadilah majalah kami waktu itu sebagai corong informasi dan pengembangan MICE. Setiap mewawancarai narasumber atau ketika berada di tengah-tengah industrinya, wartawan Majalah VENUE pastinya harus extra waktu menjelaskan apa itu MICE dan keitannya dengan bidang-bidang lain untuk mendapatkan "feel" yang sama. Kalau sudah begitu, kami jadi saling belajar mengulirkan satu-satu benang merah industri MICE.

Bahwasanya, sebagai sebuah industri, MICE memiliki signifikansi sosial, budaya, dan ekonomi yang besar bagi sektor pariwisata dan industri kreatif (Di Indonesia, MICE menjadi bagian dari sektor pariwisata). Kegiatan MICE memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi kreatif di daerah. Saking banyaknya irisan industri MICE atau industri event, MICE kerap disebut industri multifaset yang potensial menggerakkan sektor transportasi, perjalanan (tour & travel), rekreasi, akomodasi, makan dan minum, venue, teknologi informasi perdagangan dan keuangan.

Dr. Santi Palupu sedang menjelaskan tentang prospek dan peluang industri MICE 

MICE itu sebenarnya tanpa disadari telah kita lakukan sekian lama. Tahun 1955, Indonesia bahkan pernah mencatat sejarah besar sebagai penyelenggara perhelatan event MICE tingkat dunia, Konferensi Asia Afrika. Namun, efek tersebut kurang dipahami sehingga kita baru benar-benar melek MICE ketika Singapura dan Thailand melambung perekonomiannya disebabkan MICE yang beriringan dengan sektor pariwisata.  Dua negara tersebut, menyusul Malaysia telah menjadikan MICE  andalan ekonomi nasional. Dan, Indonesia lagi-lagi menjadi incaran negara tetangga yang berstrategi mengangkut sebanyak-banyaknya  wisatawan kita ke negara mereka. Roda MICE terus menggelinding cakep. 

Bagaimana tidak, menurut sumber dari literatur Kementerian Pariwisata, pasar MICE global bernilai sekitar US$ 30 miliar per tahun. Weleh...Dan, segmen pasarnya rata-rata usia produktif matang, yaitu 30 - 45 tahun,  65 persennya adalah laki-laki. Market yang sangat potensial. Lantas bagaimana dengan kesiapan Indonesia mendulang wisatawan MICE manca negara ? Apalagi kita sudah memasuki era pasar bebas ASEAN (Masyarakat Ekonomi ASEAN), tentu kompetisi semakin terbuka luas. 

Kelompok saya sedang presentasi proyek event

Soal kesiapan Indonesia, dalam lima tahun belakangan ini cukup intens untuk mengejar ketertinggalan dengan negara tetangga. Apalagi targetnya juga tidak tanggung-tanggung dilontarkan  Pak Menpar Arief Yahya yaitu 20 juta wisatawan dalam 5 tahun. Wilayah Indonesia yang luas dan berbentuk kepulauan, butuh pemetaan yang akurat, daerah atau kota mana yang potensial dikembangkan untuk MICE. Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Konvensi, Olahraga, Rekresi Kementerian Pariwisata (bidang yang melingkupi MICE) telah menetapkan 16 destinasi MICE yaitu Medan, Palembang, Padang, Batam, Bintan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo, Surabaya, Bali, Lombok, Makassar, Manado dan Balikpapan. Pemilihan ini berdasarkan  kriteria : aksesbilitas, infrastruktur, fasilitas MICE, akomodasi, dukungan pemerintah dan pemda, pelayanan dan profesionalisme,citra destinasi pariwisata, dan daya tarik wisata atau hiburan di setiap destinasi. 

Dalam perkembangannya, diakui memang selain Jakarta dan Bali, 14 destinasi MICE lainnya cenderung tidak seprogresif dua provinsi tersebut. Banyak sebab, diantaranya kurang pahamnya pemda setempat terhadap benefit dari industri MICE sehingga kurang memiliki visi kondusif terhadap pengembangan MICE, kurangnya SDM yang mumpuni, pembangunan infrastruktur yang kurang terarah, minimnya database MICE dan sebagainya. 







Untuk mendorong percepatan pengembangan MICE, Deputi Bidang Pengembangan Segmen Pasar Bisnis dan Pemerintah, Kementerian Pariwisata tahun ini menggelar workshop di berbagai destinasi MICE terpilih, diantaranya di Medan, Surabaya, Denpasar, Batam dan Jakarta. Saya diundang oleh Majalah VENUE untuk mengikuti roadshow  yang bertema Asistensi Peningkatan Promosi MICE yang diselenggarakan di Hotel Mercure Sabang (29 Oktober – 1 November 2015). Ini merupakan roadshow terakhir penutup tahun. Diikuti sekitar 100 peserta yang 70 persennya terdiri dari mahasiswa jurusan MICE atau pariwisata dari Universitas Podomoro Jakarta, Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid, Universitas Bunda Mulia, Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung dan sisanya diisi oleh kalangan industri MICE dari hotel, travel, Asperapi, Professional Conference Organizer (PCO), Professional Event Organizer (PEO), dan Dinas Pariwisata DKI Jakarta.

Workshop tersebut menghadirkan sejumlah pembicara yang tidak hanya dari Kementerian Pariwisata, praktisi MICE, Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi), sekaligus juga dosen-dosen dari univesitas terkait yang meng-coach selama acara berlangsung. Salah satunya Ibu Edvi Gracia, dosen Program Studi Bisnis Perhotelan dari Podomoro University, Dr. Santi Palupi juga dari Podomoro Universiti. Hadir pula konsultan MICE, Wisnu Budi Sulaeman, CEO PT Pundi Tata Prima Convex (Puntama Convex). 



Dalam worskhop selama 3 hari full ini, peserta tidak hanya dibekali dengan pengetahuan teoritis MICE, tantangan dan peluang industri MICE, tetapi juga ditantang untuk membuat proyek acara MICE dalam waktu kurang lebih 2 jam. Kami dikelompokan dengan berbagai profesi yang berbeda. Sebagai profesional, saya sekelompok dengan orang mahasiswa, manajer hotel, dan travel agent. Tema event adalah bagaimana membangun kearifan lokal. Diskusi kami lumayan dinamis. 

Meski sudah dibekali dengan sejumlah informasi tentang MICE. Ternyata untuk membuat event yang kreatif cukup sulit. Kami harus lebih melihat fenomena, tren, keunikan, momen, gaya hidup, grand design program pemerintah dan sebagainya yang dapat menjadi inspirasi terciptanya event sesuai tema. Dari berbagai masukan, kami memilih menyelenggarakan pameran kopi. Pameran yang mengangkat komoditas kopi ini sebenarnya bukanlah hal yang unik. Telah banyak pameran digelar menampilkan kopi. Hanya saja, dalam format kami, ingin menumbuhkan awareness dan kebanggaan generasi muda Indonesia terhadap komodtas kopi ini. 




Kopi Indonesia masuk dalam jajaran penting kopi dengan kualitas terbaik dan terenak di dunia, setelah Brazil, Kolumbia, Kostarika. Biji kopi Indonesia dinilai khas. Kopi Sumatera dan Jawa termasuk favorit pecinta kopi dunia. Dan, untuk kopi luwak, disebut-sebut sebagai kopi termahal di dunia. Weiss... Hanya saja, ada pemandangan yang cukup ironis yang di tengah masyarakat kita, yaitu makin masifnya lifestyle soft drink, khususnya di kalangan generasi muda. Budaya minum kopi justru banyak menempati kafe-kafe elit. Warung-warung kopi kurang begitu diminati generasi muda. Makanya, dalam event yang kami ajukan ini, kami mengangkat tema ‘fun with coffee”. Semua orang bisa fun  menikmati kopi. International Indonesia Coffee Show,  kami menamakan event tersebut. Dan, direncanakan berkonsep modifikasi antara Bussiness to Bussiness (B2B) dan Bussiness to Customer (B2C). Pembagiannya dua hari untuk pameran dan konferensi untuk kalangan pebisnis, dan dua hari berikutnya untuk umum dan keluarga Indonesia. Ide yang sudah tercetus harus dirunutkan dengan jelas, detil berikut  tujuan dan cara pencapaian keberhasilan yang bisa terukur : nama event, tema, target,  mekanisme (waktu dan tempat pelaksanaan), floorplan, rundown, strategi marketing, biaya, sponsorship, bagan organisasi pengelolanya, dan kontak penyelenggara. Semacam proposal proyek event yang siap diajukan ke sejumlah sponsor. 

Ditantang membuat event dalam tempo singkat, rupanya memicu adrenalin tersendiri. Alhasil, ide-ide kreatif bermunculan deras Ada yang membuat event backpacker dan flashpacker, beauty, event ojek online, herbal dan sebagainya. Meski kelompok kami belum menjadi yang terbaik, tetapi kami sudah merasa senang diapresiasi dan diberikan masukan membangun tentang bagaimana membuat event dan merealisasikannya. Pada hari ketiga, kami diajak tour ke JIEXPO Kemayoran dan Jakarta Convention Centre. Dua venue terkemuka dengan standar internasional. Satu letaknya di pusat kota, satu lagi agak dipinggir. Tetapi dengan kemudahan akses transportasi, keduanya berhasil eksis memajukan industri event di Jakarta dengan keunggulan dan keunikan masing-masing. 



Bahkan meski sudah berdiri ICE di BSD Tangerang, ajaibnya tidak mempengaruhi bisnis venue mereka. JIEXPO malah mengalami kenaikan jumlah event sebesar 30 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya. JIEXPO pun menambah sejumlah fasilitas venue untuk memenuhi kebutuhan ruangan yang terus meningkat. Jalur transportasi umum, busway kini sudah merambahi kawasan JIEXO. 

Ya, kue MICE memang makin renyah. MICE tumbuh, mengikuti industrinya. Namun, MICE bisa menjadi stimulan yang menggerakkan perekonomi dikala melesu. Dunia event tak akan meredup kendati ekonomi sedang menurun. Justru, di saat itulah, brand harus tetap eksis berpromosi. Asosiasi dan lembaga harus terus melakukan branding dengan meningkatkan citra dan performa melalui kegiatan brand activation  untuk mendorong pertumbuhan. Begitu roda MICE memutarkan sektor-sektor terkait. 



Terbukti, pameran komputer Indocomtech yang diselenggarakan di JCC, pada saat kami berkunjung, luar biasa padat.Menurut salah seorang EO Indocomtech dari Amara Pameran Indonesia (API), sejak hari pertama hingga kedua ini, pengunjung membludak, sampai "macet" di gangway. Sempat khawatir pameran ini akan sepi pengunjung karena ekonomi melesu. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, brand-brand makin termotivasi berpameran. Sampai akhir pameran, tercatat sebanyak 100 ribu pengunjung dan perolehan transaksi sebesar Rp Rp600.765.445.800. 

Dibanding Indocomtech 2014, memang ada koreksi penurunan dari sisi jumlah pengunjung dan transaksi. Tahun 2014,  pengunjung mencapai angka 235.000 orang dengan nilai transaksi sekitar Rp640 miliar. Meski begitu, pameran Indocomtech yang diselenggarakan oleh Yayasan Apkomindo tergolong berhasil merebut perhatian ratusan ribu pengunjung dan menjadi parameter  cerahnya industri komputer dan gajet tahun-tahun mendatang. 

Prospek MICE cerah seiring dengan kemajuan industrinya. MICE juga menjadi andalan bangkitnya perekonomian Indonesia, sebagai alternatif dari sektor nonmigas. Optimisme ini harus terus dibangun, bahwasanya dengan MICE, Indonesia bisa berjaya. Standarisasi usaha bisnis MICE harus terus dilakukan, termasuk pula sertifkasi tenaga profesi MICE. Pekerjaan rumah pengembangan industri MICE masih bertumpuk. Dan, worskhop asistensi promosi pengembangan MICE ini hanya  sebagian kecil upaya untuk menyinergikan gerak langkah generasi baru MICE dengan industrinya.  *) Sumber Gambar: Dok. Pribadi 

Tulisan ini juga sudah dipublikasikan di akun Kompasiana